Jumat, 27 Juni 2014


Kurang lebih sebulan lalu, dimana seluruh media massa heboh memberitakannya. Video koplak bahasa “intelek” Vicky hingga sekarang ini masih cukup eksis di lingkungan para artis tanah air, bahkan masyarakat umum. Akhir-akhir ini, video koplak tersebut diedit menjadi sebuah video yang sangat unik bin lucu. Bahasa “intelek” Vicky dikolaborasikan dengan video Arya Wiguna dan Farhat Abbas.

Sebelum melangkah lebih jauh dalam memahami bahasa “intelek” Vicky, alangkah baiknya kita memahami terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan bahasa. Secara umum, bahasa adalah suara (bunyi) yang menunjukkan atau mengabarkan segala sesuatau yang dikehendaki oleh seseorang kepada suatu kamunitas (objek bahasa). Jadi, bahasa tidak akan pernah ada jika tanpa komunitas (masyarakat). Bahasa itu bersifat arbitrer. Artinya, bahasa itu bersifat mengikat, tidak bisa diganggu gugat dan segala sesuatunya telah ditetapkan dan disepakati oleh masyarakat umum.

Mengujarkan bahasa kepada objek bahasa (berbahasa/ berkomunikasi) tidak boleh semaunya. Semua ada aturannya. Misalnya, kita ingin mengatakan suatu benda A yang telah disepakati oleh masyarakat umum. Tapi, di dalam berkamunikasi kita menggantinya dengan kalimat yang berbeda tanpa adanya persetujuan dari masyarakat umum, misalkan saja B. Akibatnya, semua orang yang kita ajak berkomunikasi pasti akan bingung. 

Berbicara masalah bahasa “intelek” Vicky yang menuai banyak kontroversi ini, dalam perspektif ilmu psikolinguistik semua itu tidak bisa terlepas dari adanya hukum kausalitas. Segala sesuatu yang terjadi di bumi ini pasti ada sebab-akibatnya. Dalam hal ini, semua bahasa yang telah diujarkan oleh Vicky Prasetyo itu pasti ada sesuatu yang melatarbelakanginya. Karena, berbahasa atau berkomunikasi adalah penyampaian pikiran atau perasaan dari orang yang berbicara mengenai masalah yang dihadapi dalam kehidupan budayanya (Abdul Chaer, 2009).

Wilhelm Von Humboldt, sarjana Jerman abad ke-19, di dalam teorinya mengatakan bahwa bahasa dan pemikiran manusia itu memiliki ketergantungan yang sangat erat antara yang satu dengan yang lainnya. Selanjutnya, mengenai bahasa itu sendiri, ia berpendapat bahwa substansi  bahasa itu terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berupa bunyi-bunyi, dan bagian lainnya berupa pikiran-pikiran yang belum terbentuk. Bunyi-bunyi dibentuk oleh lautform, dan pikiran-pikiran dibentuk oleh ideenform atau innereform. Jadi, bahasa menurut Von Humboldt merupakan sintese dari bunyi (lautform) dan pikiran (ideenform).

Dari keterangan itu, dapat kita simpulkan bahwa bunyi bahasa merupakan bentuk-luar, sedangkan pikiran atau perasaan adalah bentuk-dalam. Bentuk-luar bahasa itulah yang kita dengar, sedangkan bentuk-dalam bahasa berada di dalam otak atau perasaan seorang pengujar bahasa tersebut. Dalam kaitanya dengan bahasa “intelek”nya Vicky, bahasa yang menuai banyak kontroversi itulah yang dimaksud dengan bentuk-luar bahasa, sedangkan bentuk-dalamnya yaitu amburadulnya pemikiran atau perasaan Vicky pada saat mengucapkan kata-kata kontroversi tersebut. 

Buktinya, beberapa hari kemudian pascavideo kocaknya itu beredar di berbagai media massa, semua kasus keburukannya terungkap. Vicky ditangkap oleh pihak kepolisian akibat tersandung kasus pemalsuan sertifikat tanah. Selama satu tahun terakhir, ternyata dia telah tercatat sebagai buronan polisi. Kemudian, terungkapnya sifat play boy yang dimilikinya. 

Lebih luas lagi, Dr. Abdulmajid Akhmad Mansyur (1982) di dalam kitabnya yang berjudul Ilmu Al-lughoh An-nafsi mengatakan bahwa pikiran itu dapat mempengaruhi bahasa seseorang. Begitu juga sebaliknya, bahasa pun juga dapat mempengaruhi pikiran seseorang. Sejalan dengan Abdulmajid, Benjamin Lee Whorf berpendapat bahwa sistem tata bahasa suatu bahasa bukan hanya merupakan alat untuk menyuarakan ide-ide, tetapi juga merupakan pembentuk ide-ide itu, suatu program kegiatan mental dan penentu struktur mental seseorang. Dengan kata lain, tata bahasalah yang menentukan jalan pikiran seseorang. 

Dari sini dapat kita ambil kesimpulan bahwasanya bahasa “intelek” Vicky yang menuai banyak kontroversi tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh pikiran atau perasaan yang penuh dengan masalah saja. Tapi, kemungkinan besar ada suatu unsur lain yang diinginkan oleh pengujar dari bahasa tersebut. Misalnya, si pengujar bahasa tersebut menginginkan pengakuan dari masyarakat bahwa dirinya itu merupakan seorang yang berintelektual tinggi, pandai, pintar, jenius. Sebab, kualitas bahasa dari seorang pengujar bahasa itu merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengukur kecerdasan dari orang yang mengucapkan bahasa itu sendiri (Abdulmajid, 1982).

(Dimuat di Radar Surabaya, 20 Oktober 2013)

0 komentar:

Posting Komentar